Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc dilahirkan di Pulau Belitung, Provinsi Bangka Belitung, Indonesia, pada tanggal 5 Pebruari 1956. Yusril, sapaan akrabnya, menempuh pendidikan di tempat kelahirannya itu hingga tamat SMU. Pada saat menempuh pendidikan di SMU, orang-orang di sekelilingnya menyarankan Yusril agar masuk jurusan IPA. Tetapi, dirinya malah memilih jurusan sastra dan kebudayaan. Keputusannya ini membuat orang-orang bertanya-tanya kenapa ia memilih jurusan itu. Pada saat itu, Yusril mengatakan bahwa dirinya hanya ingin belajar kesastraan.
Sosok yang kharismatik dan intelektual ini meneruskan, kuliah di Fakultas Hukum Universitas Indonesia dengan spesialisasi Hukum Tata Negara. “Pada zaman saya, 300 mahasiswa fakultas hukum, yang mengambil jurusan hukum tata Negara itu hanya tiga sampai empat orang saja,” kenang Yusril. Dan saat dirinya menempuh pendidikan di Fakultas Sastra Universitas Indonesia dengan spesialisasi di bidang filsafat, orang semakin heran dengan apa yang Yusril lakukan.
Karena, pada zaman itu, mereka melihat lulusan hukum tata Negara pada saat itu sulit untuk mencari kerja. Ditambah lagi, bukannya mengambil sastra inggris atau sastra jepang yang lebih populer, ia malah mengambil sastra filsafat. “Saya senang kepada apa yang saya pelajari. Apapun yang nanti terjadi biarkanlah,” kata Yusril menjawab pertanyaan orang-orang di sekelilingnya pada saat itu. Setelah tamat kuliah, dirinya banyak mendapat tawaran dari Departemen Luar Negeri, Serketariat Negara, dan masuk Tentara. Tapi tawaran itu ditolak oleh Yusril, dengan alasan bahwa dirinya hanya ingin menjadi dosen saja. Teman-temannya kembali mentertawakan keputusannya. Lalu, aktivitas Yusril pada saat itu lebih banyak mengajar dan mulai sering menulis. Dirinya ingin membangun wacana intelektual tentang banyak hal di masyarakat yang kadang-kadang luput dari perhatian orang.
Yusril mengaku, ia tidak ambil pusing terhadap pendapat orang lain yang seringkali mengatakan jalan yang dia ambil salah. “Karena saya hanya melakukan apa yang saya anggap benar, walaupun dengan cara yang sopan saya kemukakan,” ujarnya. Yusril mengaku ditempa oleh banyak pengalaman, apalagi dirinya dekat sekali dengan tokoh-tokoh dari Petisi 50, seperti Pak Natsir, Syarifuddin, Baharudin Harahap dan lainnya.
Sehingga ia menyelami alam pikiran mereka sehingga dirinya tahu bagaimana mereka berjuang bagi bangsa ini. Hingga suatu saat, Yusril ditarik ke Serketariat Negara yang kerjanya hanya disuruh berpikir saja tentang berbagai macam hal. Dalam hidupnya, Yusril selalu berani mengatakan jika memang ada hal yang menurutnya salah.
“Ketika era alm. Soeharto, saya mengatakan, bahwa seharusnya seperti ini, bukan seperti ini dan saat itu reaksi alm. Soeharto tidak marah, bahkan beliau tertawa dan berujar ‘benar juga yang kamu bilang’,” kenang Yusril. Karena dirinya selalu berani mengungkapkan hal yang benar, banyak hal yang ia lakukan dinilai oleh orang-orang sebagai kontroversial dan mentertawakan saya tapi pada akhirnya malah terperangah. Contohnya, ketika Yusril mengungkapkan kepada publik, bahwa jabatan Hendarman Supanji sebagai Jaksa Agung pada waktu itu tidak legal. Semua orang bilang bahwa dirinya sudah tidak waras, belum lagi ia juga mendapatkan makian, hinaan dan ditertawakan. Tapi pada akhirnya ternyata apa yang disampaikan oleh Yusril itu benar. “Jika ada sesuatu yang salah maka saya tidak bisa hanya berdiam diri, tapi saya harus kemukakan pandangan saya terhadap hal tersebut. Karena kita tahu bahwa itu salah dan kita berkewajiban untuk membenarkannya,” tegas Yusril.
Dan juga ketika dia dinyatakan sebagai tersangka koruspi. “Saya bilang saya tidak korupsi, nanti akan saya buktikan,” ujar Yusril. Betapa pada waktu itu dirinya mengalami public opinion yang besar, walaupun akhirnya kebenaran datang juga dengan dikeluarkannya SP3 untuk kasus tersebut. “Orang seperti saya itu memang mengkhawatirkan orang lain, karena saya berani mengungkapkan kebenaran,” pungkas Yusril.
Dirinya hanya ingin menyampaikan kepada masyarakat bahwa sebenarnya, intelektual itu juga sebuah kekuatan. “Sebenarnya ini semua mengenai kekuatan ide. Ide itu bisa menggerakan orang untuk berbuat sesuatu juga,” ujar Yusril. Ia memberikan contoh, Negara Pakistan yang konon cerita banyak orang, didirikan atas syair-syair Muhammad Iqbal yang terkenal bisa menggelorakan dan menyadarkan orang bahwa ada Negara baru yang harus didirikan.
Dirinya mengaku, apa yang dia lakukan adalah yang biasa saja. “Bagi saya, tidak ada yang istimewa dengan apa yang saya lakukan,” kata Yusril. Kehebohan terhadap apa yang dia lakukan, menurutnya, mungkin karena banyaknya publikasi terhadap apa yang Yusril lakukan. “Mungkin karena wartawan-wartawan banyak yang tertarik saja. Bagi saya itu semua hanya hal yang normal saja,” katanya.
Menurut Yusril, semua orang bisa mengerjakan hal seperti itu. Hanya saja, ia memberikan tips untuk itu. “Ada dua syarat untuk itu, yakni, ilmu dan keberanian,” tuturnya. Artinya, kalau punya ilmu saja, tapi tidak punya keberanian, tidak akan bisa menyuarakan kebenaran. Tetapi, jika punya keberanian tapi tidak punya ilmu, kita akan jadi preman. Makanya kita harus memiliki ilmu dan keberanian untuk mengungkapkan kebenaran.
Ketika ditanyakan, apa yang menjadi motivasinya, yang saat ini kerapkali melakukan pengajuan uji materi Undang-undang di MK. “Jika saya di dalam tubuh pemerintahan saat ini, sudah lama saya akan perbaiki undang-undang dan peraturan yang salah itu. Sekarang saya tidak lagi di dalam lingkaran kekuasaan, sehingga cara yang paling mungkin untuk membenahi itu adalah dengan mengajukan uji materill ke MK,” tuturnya. Langkah ini dilakukannya setelah sebelumnya, ia memberikan saran dan pendapat agar ini diperbaiki. Bahkan, Yusril pernah menyampaikan surat ke Presiden, tapi Presiden bilang surat itu belum sampai ke mejanya. Setelah apa yang dilakukannya tidak juga mendapat respon yang positif, maka cara yang paling cepat adalah Yusril mengajukan uji materil ke MK untuk memperbaikinya. “Ini Negara kita, milik rakyat Indonesia, dan kalau kita tahu sesuatu yang salah jangan kita diamkan,” tegasnya.
Dunia aktivisme menarik perhatian Yusril sejak kecil. “Saya menjadi Ketua OSIS di SMP dan SMA, dan KAPPI di tingkat Rayon. Juga terpilih menjadi Ketua Majelis Permuswaratan Mahasiswa (MPM) UI, ketika kuliah,” ujarnya. Di masa muda, Yusril pernah menjadi anggota Pemuda Muslimin, sebuah organisasi yang berafiliasi kepada Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII). “Ketika kuliah, saya bergabung ke Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Badan Komunikasi Pemuda Masjid Indonesia (BKPMI). Saya pernah pula duduk dalam kepengurusan Muhammadiyah, Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia dan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI),” ucapnya. Di era reformasi, atas anjuran dan dukungan berbagai kalangan, Yusril “didaulat” untuk menjadi Ketua Umum Partai Bulan Bintang. Berawal dari dunia akademis dan dunia aktivis, dirinya akhirnya memasuki dunia politik.
Tiga kali menjadi menteri, dua kali Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, dan satu kali menjadi Menteri Sekretaris Negara. Pernah pula menjadi Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat. Namun demikian, Yusril mengaku belum banyak hal yang dapat ia buat dengan jabatan-jabatan ini.
Pada tingkat internasional, Yusril pernah aktif di Regional Islamic Da’wah Council of Southeast Asia and the Pasific, yang bermarkas di Kuala Lumpur. Ketuanya pada waktu itu adalah Tunku Abdul Rahman Putra Al-Haj, mantan Perdana Menteri Malaysia. Pernah juga dirinya menjadi Vice President dan kemudian President dari Asian-African Legal Consultative Organization, yang bermarkas di New Delhi.
eberapa kali Yusril menjadi anggota dan Ketua Delegasi Republik Indonesia dalam berbagai perundingan dan persidangan internasional — termasuk sidang ASEAN, Organisasi Konfrensi Islam dan APEC. “Seingat saya pernah tiga kali saya mewakili Republik Indonesia menyampaikan pidato dalam sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa, termasuk sidang Komisi Hak Asasi Manusia PBB di Jenewa,” kata Yusril.
Sumber: Otdanews
Sosok yang kharismatik dan intelektual ini meneruskan, kuliah di Fakultas Hukum Universitas Indonesia dengan spesialisasi Hukum Tata Negara. “Pada zaman saya, 300 mahasiswa fakultas hukum, yang mengambil jurusan hukum tata Negara itu hanya tiga sampai empat orang saja,” kenang Yusril. Dan saat dirinya menempuh pendidikan di Fakultas Sastra Universitas Indonesia dengan spesialisasi di bidang filsafat, orang semakin heran dengan apa yang Yusril lakukan.
Karena, pada zaman itu, mereka melihat lulusan hukum tata Negara pada saat itu sulit untuk mencari kerja. Ditambah lagi, bukannya mengambil sastra inggris atau sastra jepang yang lebih populer, ia malah mengambil sastra filsafat. “Saya senang kepada apa yang saya pelajari. Apapun yang nanti terjadi biarkanlah,” kata Yusril menjawab pertanyaan orang-orang di sekelilingnya pada saat itu. Setelah tamat kuliah, dirinya banyak mendapat tawaran dari Departemen Luar Negeri, Serketariat Negara, dan masuk Tentara. Tapi tawaran itu ditolak oleh Yusril, dengan alasan bahwa dirinya hanya ingin menjadi dosen saja. Teman-temannya kembali mentertawakan keputusannya. Lalu, aktivitas Yusril pada saat itu lebih banyak mengajar dan mulai sering menulis. Dirinya ingin membangun wacana intelektual tentang banyak hal di masyarakat yang kadang-kadang luput dari perhatian orang.
Yusril mengaku, ia tidak ambil pusing terhadap pendapat orang lain yang seringkali mengatakan jalan yang dia ambil salah. “Karena saya hanya melakukan apa yang saya anggap benar, walaupun dengan cara yang sopan saya kemukakan,” ujarnya. Yusril mengaku ditempa oleh banyak pengalaman, apalagi dirinya dekat sekali dengan tokoh-tokoh dari Petisi 50, seperti Pak Natsir, Syarifuddin, Baharudin Harahap dan lainnya.
Sehingga ia menyelami alam pikiran mereka sehingga dirinya tahu bagaimana mereka berjuang bagi bangsa ini. Hingga suatu saat, Yusril ditarik ke Serketariat Negara yang kerjanya hanya disuruh berpikir saja tentang berbagai macam hal. Dalam hidupnya, Yusril selalu berani mengatakan jika memang ada hal yang menurutnya salah.
“Ketika era alm. Soeharto, saya mengatakan, bahwa seharusnya seperti ini, bukan seperti ini dan saat itu reaksi alm. Soeharto tidak marah, bahkan beliau tertawa dan berujar ‘benar juga yang kamu bilang’,” kenang Yusril. Karena dirinya selalu berani mengungkapkan hal yang benar, banyak hal yang ia lakukan dinilai oleh orang-orang sebagai kontroversial dan mentertawakan saya tapi pada akhirnya malah terperangah. Contohnya, ketika Yusril mengungkapkan kepada publik, bahwa jabatan Hendarman Supanji sebagai Jaksa Agung pada waktu itu tidak legal. Semua orang bilang bahwa dirinya sudah tidak waras, belum lagi ia juga mendapatkan makian, hinaan dan ditertawakan. Tapi pada akhirnya ternyata apa yang disampaikan oleh Yusril itu benar. “Jika ada sesuatu yang salah maka saya tidak bisa hanya berdiam diri, tapi saya harus kemukakan pandangan saya terhadap hal tersebut. Karena kita tahu bahwa itu salah dan kita berkewajiban untuk membenarkannya,” tegas Yusril.
Dan juga ketika dia dinyatakan sebagai tersangka koruspi. “Saya bilang saya tidak korupsi, nanti akan saya buktikan,” ujar Yusril. Betapa pada waktu itu dirinya mengalami public opinion yang besar, walaupun akhirnya kebenaran datang juga dengan dikeluarkannya SP3 untuk kasus tersebut. “Orang seperti saya itu memang mengkhawatirkan orang lain, karena saya berani mengungkapkan kebenaran,” pungkas Yusril.
Dirinya hanya ingin menyampaikan kepada masyarakat bahwa sebenarnya, intelektual itu juga sebuah kekuatan. “Sebenarnya ini semua mengenai kekuatan ide. Ide itu bisa menggerakan orang untuk berbuat sesuatu juga,” ujar Yusril. Ia memberikan contoh, Negara Pakistan yang konon cerita banyak orang, didirikan atas syair-syair Muhammad Iqbal yang terkenal bisa menggelorakan dan menyadarkan orang bahwa ada Negara baru yang harus didirikan.
Dirinya mengaku, apa yang dia lakukan adalah yang biasa saja. “Bagi saya, tidak ada yang istimewa dengan apa yang saya lakukan,” kata Yusril. Kehebohan terhadap apa yang dia lakukan, menurutnya, mungkin karena banyaknya publikasi terhadap apa yang Yusril lakukan. “Mungkin karena wartawan-wartawan banyak yang tertarik saja. Bagi saya itu semua hanya hal yang normal saja,” katanya.
Menurut Yusril, semua orang bisa mengerjakan hal seperti itu. Hanya saja, ia memberikan tips untuk itu. “Ada dua syarat untuk itu, yakni, ilmu dan keberanian,” tuturnya. Artinya, kalau punya ilmu saja, tapi tidak punya keberanian, tidak akan bisa menyuarakan kebenaran. Tetapi, jika punya keberanian tapi tidak punya ilmu, kita akan jadi preman. Makanya kita harus memiliki ilmu dan keberanian untuk mengungkapkan kebenaran.
Ketika ditanyakan, apa yang menjadi motivasinya, yang saat ini kerapkali melakukan pengajuan uji materi Undang-undang di MK. “Jika saya di dalam tubuh pemerintahan saat ini, sudah lama saya akan perbaiki undang-undang dan peraturan yang salah itu. Sekarang saya tidak lagi di dalam lingkaran kekuasaan, sehingga cara yang paling mungkin untuk membenahi itu adalah dengan mengajukan uji materill ke MK,” tuturnya. Langkah ini dilakukannya setelah sebelumnya, ia memberikan saran dan pendapat agar ini diperbaiki. Bahkan, Yusril pernah menyampaikan surat ke Presiden, tapi Presiden bilang surat itu belum sampai ke mejanya. Setelah apa yang dilakukannya tidak juga mendapat respon yang positif, maka cara yang paling cepat adalah Yusril mengajukan uji materil ke MK untuk memperbaikinya. “Ini Negara kita, milik rakyat Indonesia, dan kalau kita tahu sesuatu yang salah jangan kita diamkan,” tegasnya.
Dunia aktivisme menarik perhatian Yusril sejak kecil. “Saya menjadi Ketua OSIS di SMP dan SMA, dan KAPPI di tingkat Rayon. Juga terpilih menjadi Ketua Majelis Permuswaratan Mahasiswa (MPM) UI, ketika kuliah,” ujarnya. Di masa muda, Yusril pernah menjadi anggota Pemuda Muslimin, sebuah organisasi yang berafiliasi kepada Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII). “Ketika kuliah, saya bergabung ke Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Badan Komunikasi Pemuda Masjid Indonesia (BKPMI). Saya pernah pula duduk dalam kepengurusan Muhammadiyah, Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia dan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI),” ucapnya. Di era reformasi, atas anjuran dan dukungan berbagai kalangan, Yusril “didaulat” untuk menjadi Ketua Umum Partai Bulan Bintang. Berawal dari dunia akademis dan dunia aktivis, dirinya akhirnya memasuki dunia politik.
Tiga kali menjadi menteri, dua kali Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, dan satu kali menjadi Menteri Sekretaris Negara. Pernah pula menjadi Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat. Namun demikian, Yusril mengaku belum banyak hal yang dapat ia buat dengan jabatan-jabatan ini.
Pada tingkat internasional, Yusril pernah aktif di Regional Islamic Da’wah Council of Southeast Asia and the Pasific, yang bermarkas di Kuala Lumpur. Ketuanya pada waktu itu adalah Tunku Abdul Rahman Putra Al-Haj, mantan Perdana Menteri Malaysia. Pernah juga dirinya menjadi Vice President dan kemudian President dari Asian-African Legal Consultative Organization, yang bermarkas di New Delhi.
eberapa kali Yusril menjadi anggota dan Ketua Delegasi Republik Indonesia dalam berbagai perundingan dan persidangan internasional — termasuk sidang ASEAN, Organisasi Konfrensi Islam dan APEC. “Seingat saya pernah tiga kali saya mewakili Republik Indonesia menyampaikan pidato dalam sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa, termasuk sidang Komisi Hak Asasi Manusia PBB di Jenewa,” kata Yusril.
Sumber: Otdanews
0 comments