Di balik penampilannya yang modis dan terpelajar ternyata Yusril Ihza Mahendra memiliki cerita menarik saat pertama kali menginjakkan kakinya di Jakarta. Pria kelahiran Desa Manggar, Bangka-Belitung ini sempat bekerja serabutan dan tinggal dari masjid ke masjid selama kuliah di UI.
Pengagum tokoh politik nasional Muhamad Natsir sempat mengalami masa-masa sulit. Pengalaman tahun pertamanya di Jakarta. "Saya sempat tinggal di masjid saat pertama kali tiba di Jakarta ini," Selama tahun pertama Yusril berkuliah di FH UI kondisinya dapat dikatakan agak mengenaskan. Bagaimana tidak, selama masa itu Yusril muda harus rela tidur di lantai masjid yang lembab dan dingin. Tidak hanya itu, selama tahun pertama berkuliah di UI, Yusril dapat dikatakan tidak memiliki alamat tetap. Sebab, Yusril sering sekali berpindah-pindah masjid.
"Ada banyak masjid yang dulu sempat saya tinggali, mulai dari Masjid Al-Ahzar (Kebayoran Baru) hingga masjid-masjid di Kawasan Bendungan Hilir," terangnya. Salah satu alasan Yusril tinggal di Masjid tersebut adalah untuk memenuhi nasihat Ibundanya Ny. Nursiha Sandon sebelum merantau ke Jakarta. Tidak hanya itu, selama berkuliah di UI, Yusril juga sempat bekerja serabutan. Upaya tersebut dilakukan agar Yusril dapat tetap berkuliah dan bertahan hidup di Jakarta.
Yusril menjelaskan berbagai pekerjaan sempat digelutinya selama berkuliah di UI. Mulai dari mengajar hingga berjualan ikan di pasar. "Saya sempat menjalaninya," tukasnya dengan nada meyakinkan. Diceritakan, pada tahun pertamanya berkuliah di Jakarta dirinya sempat mengajar. Yusril yang saat itu tinggal di Masjid Al-Azhar lebih banyak mengajarkan ngaji dan bela diri kepada para jemaah masjid tersebut. Dan hasilnya ternyata cukup lumayan. Setidaknya hasil mengajar itu membuat Yusril muda tetap dapat hidup dan berkuliah di Jakarta.
Disamping itu, Yusril juga mengungkapkan sejak tahun pertama berkuliah dirinya juga akrab dengan salah satu Guru Besar UI yang sekaligus juga merupakan tokoh Masyumi yakni Prof. Dr. Usman Raliby. Usman inilah yang kelak akan menjadi mentor yang menuntun Yusril untuk bergaul dan berguru dengan tokoh politik Masyumi. Tidak hanya berhenti sampai disitu, setelah melakukan berbagai konsultasi dengan keluarganya yang berada di Bangka-Belitung, Yusril mulai melakukan berbagai pekerjaan lain.
Yusril mengaku bahwa dirinya sempat berjualan ikan dan kelapa selama berkuliah di Jakarta.
"Yah, memang tidak setiap hari saya berjualan ikan, tapi saya sempat mengalaminya," terangnya. Berbagai macam ikan dijual Yusril kala itu. Mulai dari ikan-ikan segar hingga ikan asin yang tahan lama disimpan. "Saya membawanya sendiri ke pasar," tukas pakar hukum tata negara tersebut. Demikian halnya saat Yusril berjualan kelapa. Menurut Guru Besar Hukum UI tersebut kelapa yang dijualnya berasal dari seorang kawannya yang tinggal di Kalimantan.
"Kelapa-kelapa tersebut didatangkan dari Kalimantan. Saya yang menjualnya disini," terangnya
Pengagum tokoh politik nasional Muhamad Natsir sempat mengalami masa-masa sulit. Pengalaman tahun pertamanya di Jakarta. "Saya sempat tinggal di masjid saat pertama kali tiba di Jakarta ini," Selama tahun pertama Yusril berkuliah di FH UI kondisinya dapat dikatakan agak mengenaskan. Bagaimana tidak, selama masa itu Yusril muda harus rela tidur di lantai masjid yang lembab dan dingin. Tidak hanya itu, selama tahun pertama berkuliah di UI, Yusril dapat dikatakan tidak memiliki alamat tetap. Sebab, Yusril sering sekali berpindah-pindah masjid.
"Ada banyak masjid yang dulu sempat saya tinggali, mulai dari Masjid Al-Ahzar (Kebayoran Baru) hingga masjid-masjid di Kawasan Bendungan Hilir," terangnya. Salah satu alasan Yusril tinggal di Masjid tersebut adalah untuk memenuhi nasihat Ibundanya Ny. Nursiha Sandon sebelum merantau ke Jakarta. Tidak hanya itu, selama berkuliah di UI, Yusril juga sempat bekerja serabutan. Upaya tersebut dilakukan agar Yusril dapat tetap berkuliah dan bertahan hidup di Jakarta.
Yusril menjelaskan berbagai pekerjaan sempat digelutinya selama berkuliah di UI. Mulai dari mengajar hingga berjualan ikan di pasar. "Saya sempat menjalaninya," tukasnya dengan nada meyakinkan. Diceritakan, pada tahun pertamanya berkuliah di Jakarta dirinya sempat mengajar. Yusril yang saat itu tinggal di Masjid Al-Azhar lebih banyak mengajarkan ngaji dan bela diri kepada para jemaah masjid tersebut. Dan hasilnya ternyata cukup lumayan. Setidaknya hasil mengajar itu membuat Yusril muda tetap dapat hidup dan berkuliah di Jakarta.
Disamping itu, Yusril juga mengungkapkan sejak tahun pertama berkuliah dirinya juga akrab dengan salah satu Guru Besar UI yang sekaligus juga merupakan tokoh Masyumi yakni Prof. Dr. Usman Raliby. Usman inilah yang kelak akan menjadi mentor yang menuntun Yusril untuk bergaul dan berguru dengan tokoh politik Masyumi. Tidak hanya berhenti sampai disitu, setelah melakukan berbagai konsultasi dengan keluarganya yang berada di Bangka-Belitung, Yusril mulai melakukan berbagai pekerjaan lain.
Yusril mengaku bahwa dirinya sempat berjualan ikan dan kelapa selama berkuliah di Jakarta.
"Yah, memang tidak setiap hari saya berjualan ikan, tapi saya sempat mengalaminya," terangnya. Berbagai macam ikan dijual Yusril kala itu. Mulai dari ikan-ikan segar hingga ikan asin yang tahan lama disimpan. "Saya membawanya sendiri ke pasar," tukas pakar hukum tata negara tersebut. Demikian halnya saat Yusril berjualan kelapa. Menurut Guru Besar Hukum UI tersebut kelapa yang dijualnya berasal dari seorang kawannya yang tinggal di Kalimantan.
"Kelapa-kelapa tersebut didatangkan dari Kalimantan. Saya yang menjualnya disini," terangnya
Yusril juga menjadi kondektur Bus Ajiwirya dan Orien, lalu saat menumpang di rumah kerabatnya, Yusril sempat ikut beternak ayam membantu di tempat dia menumpang, belajar menyetir mobil dan membantu menjual telor untuk di kirim ke pasar.
Meski didera berbagai kesulitan, namun tekad Yusril untuk menaklukkan Ibu Kota Jakarta ini tidak surut. Yusril yakin, di Jakarta ini dirinya juga akan mencicipi pengalaman manis. Termasuk diantaranya adalah bertemu dengan Tokoh Masyumi Moh. Natsir yang dikaguminya sejak kecil.
"Pak Usman-lah yang membawa saya untuk bertemu dan berkenalan dengan Moh. Natsir," katanya.
Berbagai pengalaman di Jakarta tersebut ternyata membuat pria kelahiran Manggar, Bangka Belitung 5 Februari 1956 ini kian matang. Setelah tujuh tahun berkuliah, Yusril akhirnya meraih gelar kesarjanaannya tahun 1983.Setelah tamat dari UI, bintang Yusril kian cemerlang. Yusril pun menempuh pendidikan Pasca Sarjana di UI dan University of Punjab, Pakistan. Sebelum masuk dalam kancah politik nasional, Yusril sempat bekerja di Sekretariat Negara untuk membuat naskah pidato Presiden Soeharto kala itu. Selama 2 tahun bekerja Yusril setidaknya telah menulis 204 naskah pidato bagi mantan orang kuat Indonesia tersebut. Nama Yusril sendiri mulai mengemuka saat akan lengsernya Presiden Soeharto 21 Mei 1998. Bersama tokoh-tokoh reformasi lainnya seperti Amien Rais, Yusril mempelopori lahirnya reformasi.
Meski didera berbagai kesulitan, namun tekad Yusril untuk menaklukkan Ibu Kota Jakarta ini tidak surut. Yusril yakin, di Jakarta ini dirinya juga akan mencicipi pengalaman manis. Termasuk diantaranya adalah bertemu dengan Tokoh Masyumi Moh. Natsir yang dikaguminya sejak kecil.
"Pak Usman-lah yang membawa saya untuk bertemu dan berkenalan dengan Moh. Natsir," katanya.
Berbagai pengalaman di Jakarta tersebut ternyata membuat pria kelahiran Manggar, Bangka Belitung 5 Februari 1956 ini kian matang. Setelah tujuh tahun berkuliah, Yusril akhirnya meraih gelar kesarjanaannya tahun 1983.Setelah tamat dari UI, bintang Yusril kian cemerlang. Yusril pun menempuh pendidikan Pasca Sarjana di UI dan University of Punjab, Pakistan. Sebelum masuk dalam kancah politik nasional, Yusril sempat bekerja di Sekretariat Negara untuk membuat naskah pidato Presiden Soeharto kala itu. Selama 2 tahun bekerja Yusril setidaknya telah menulis 204 naskah pidato bagi mantan orang kuat Indonesia tersebut. Nama Yusril sendiri mulai mengemuka saat akan lengsernya Presiden Soeharto 21 Mei 1998. Bersama tokoh-tokoh reformasi lainnya seperti Amien Rais, Yusril mempelopori lahirnya reformasi.
0 comments