Bekas Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Yusril Ihza Mahendra kembali mengalahkan pemerintah di pengadilan. Kali ini Yusril membuat Kementerian Pertanian, yang mengeluarkan
penolakan impor sapi yang dilakukan PT Austasia Stockfeed, harus mencabut keputusannya.
Kasus yang disidangkan di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta. kemarin ini bermula saat PT Austasia Stockfeed mengajukan permohonan kuota impor bibit sapi potong dan peranakannya ke Kementerian Pertanian. Perusahaan penggemukan dan pembiakan sapi yang terletak di Lampung itu kemudian memperoleh kuota 4.000 ekor sapi bibit potong pada 7 Juni 2012.
Mengantongi jatah kuota impor ini, PT Austasia mengimpor sekitar 2.000 ekor sapi, yang tiba di
Pelabuhan Panjang, Lampung, pada 8 Agustus 2012. Setelah sapi tersebut tiba, Kementerian Pertanian mengirim tim Pengawasan Bibit yang menyatakan sapi-sapi dalam kondisi siap bunting dan
mempunyai alat reproduksi yang baik sehingga layak dikembangbiakkan.
Pada 17 Agustus 2012, PT Austasia menyerahkan 2.080 lembar sertifikat bibit sapi ke Kementerian Pertanian. Namun, pada 24 Agustus 2012, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian mengeluarkan berita acara penolakan. Alasannya, sapi-sapi tersebut bukan
jenis sapi bibit. Karena upaya jalur nonpengadilan yang ditempuh tidak berhasil, PT Austasia mengajukan gugatan ke PTUN.
Yusril menyatakan penolakan Badan Karantina Pertanian menimbulkan risiko kematian yang tinggi terhadap sapi dan, dari hari ke hari, kematian bertambah. Risiko kematian yang tinggi juga dialami anak sapi yang lahir selama sapi induk dikarantina akibat terbatasnya sarana kandang dan padatnya kandang. “Setiap kelahiran anak di kandang karantina memiliki risiko kematian yang tinggi pula,” ujar Yusril.
Majelis kasasi yang terdiri atas Hendro Puspito, Husban, dan Haryati mengatakan ternak bibit yang
akan diimpor bertujuan meningkatkan mutu genetika sapi. Bibit itu merupakan bibit dasar yang menjadi kewajiban pemerintah untuk mengusahakannya karena harga sapinya mahal. Selain itu, untuk menambah populasi sapi di Indonesia. “Sapi yang telah diimpor dilengkapi (sertifikat) pedigree (silsilah) dari jenis Brahma, sehingga tidak seharusnya ditolak, tapi disesuaikan peruntukannya dan tetap dilakukan pengawasan,” ujar majelis hakim kemarin. Karena itu, penolakan dinyatakan batal dan mewajibkan Kementerian Pertanian mencabut berita acaranya.
penolakan impor sapi yang dilakukan PT Austasia Stockfeed, harus mencabut keputusannya.
Kasus yang disidangkan di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta. kemarin ini bermula saat PT Austasia Stockfeed mengajukan permohonan kuota impor bibit sapi potong dan peranakannya ke Kementerian Pertanian. Perusahaan penggemukan dan pembiakan sapi yang terletak di Lampung itu kemudian memperoleh kuota 4.000 ekor sapi bibit potong pada 7 Juni 2012.
Mengantongi jatah kuota impor ini, PT Austasia mengimpor sekitar 2.000 ekor sapi, yang tiba di
Pelabuhan Panjang, Lampung, pada 8 Agustus 2012. Setelah sapi tersebut tiba, Kementerian Pertanian mengirim tim Pengawasan Bibit yang menyatakan sapi-sapi dalam kondisi siap bunting dan
mempunyai alat reproduksi yang baik sehingga layak dikembangbiakkan.
Pada 17 Agustus 2012, PT Austasia menyerahkan 2.080 lembar sertifikat bibit sapi ke Kementerian Pertanian. Namun, pada 24 Agustus 2012, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian mengeluarkan berita acara penolakan. Alasannya, sapi-sapi tersebut bukan
jenis sapi bibit. Karena upaya jalur nonpengadilan yang ditempuh tidak berhasil, PT Austasia mengajukan gugatan ke PTUN.
Yusril menyatakan penolakan Badan Karantina Pertanian menimbulkan risiko kematian yang tinggi terhadap sapi dan, dari hari ke hari, kematian bertambah. Risiko kematian yang tinggi juga dialami anak sapi yang lahir selama sapi induk dikarantina akibat terbatasnya sarana kandang dan padatnya kandang. “Setiap kelahiran anak di kandang karantina memiliki risiko kematian yang tinggi pula,” ujar Yusril.
Majelis kasasi yang terdiri atas Hendro Puspito, Husban, dan Haryati mengatakan ternak bibit yang
akan diimpor bertujuan meningkatkan mutu genetika sapi. Bibit itu merupakan bibit dasar yang menjadi kewajiban pemerintah untuk mengusahakannya karena harga sapinya mahal. Selain itu, untuk menambah populasi sapi di Indonesia. “Sapi yang telah diimpor dilengkapi (sertifikat) pedigree (silsilah) dari jenis Brahma, sehingga tidak seharusnya ditolak, tapi disesuaikan peruntukannya dan tetap dilakukan pengawasan,” ujar majelis hakim kemarin. Karena itu, penolakan dinyatakan batal dan mewajibkan Kementerian Pertanian mencabut berita acaranya.
0 comments