Tuesday, June 25, 2019

"Pendapat saya itu tahun 2014 sebelum adanya UU Pemilu 2017"

Pendapat saya itu tahun 2014 sebelum adanya UU Pemilu 2017 yang membagi kewenangan pelanggaran Pemilu kepada Bawaslu, PTUN, Gakumdu dan terakhir MK.




Pendapat yang saya kemukakan tahun 2014 itu adalah pendapat ahli yang diucapkan dalam sidang MK yang mengadili sengketa Pilpres antara Prabowo Hatta melawan KPU dengan Pihak Terkait Jokowi Jusuf Kalla.

Pendapat yang saya kemukakan tahun 2014 itu adalah pendapat ahli yang diucapkan dalam sidang MK yang mengadili sengketa Pilpres antara Prabowo Hatta melawan KPU dengan Pihak Terkait Jokowi Jusuf Kalla.

Pendapat ahli yang dikemukakan dalam sidang berfungsi sebagai alat bukti. MK menolak permohonan Prabowo Hatta “seluruhnya”. Itu berarti semua alat bukti yang dibawa ke persidangan, termasuk pendapat saya tidak dapat lagi dipergunakan karena telah ditolak oleh MK. Dari sudut akademik, itu berarti saya harus merubah pendapat saya tahun 2014 dengan pendapat yang baru.

Dari sudut hukum pembuktian, pendapat itu tidak boleh lagi dijadikan rujukan dalam mengajukan permohonan yang baru. Bahwa pendapat ahli itu berubah, bukanlah berarti mencla mencle atau munafik dst.

Hari ini saya bisa lulus PhD karena mempertahankan sebuah disertasi. Lima tahun kemudian, saya mengajukan disertasi kembali yang membantah atau mengkoreksi pendapat saya sendiri. Itu biasa dalam dunia akademik.

Pendapat Imam Syafii tentang masalah hukum yang ditulisnya di Madinah beliau ubah ketika beliau pindah ke Baghdad. Itu disebabkan karena penduduk Madinah sangat homogen, sementara pendukuk Baghdad sangat heterogen. Perbedaan komposisi penduduk dapat mengubah suatu pendapat hukum. Itu benar kalau dikaji secara sosiologi hukum.

Jadi, tidaklah berarti Imam Syafii itu munafik dsb. Masalah2 spt ini tidak mudah dicerna orang awam.



Tapi di medsos hal2 begini “dimainkan” untuk membentuk opini: siapa kawan siapa lawan. Ya, saya menghadapi hal spt itu tiap hari. Maka sering saya baca di berbagai Group WA yang mengatakan saya “profesor bego”. Saya pikir UI takkan mengangkat orang bego jadi Guru Besar...
Load disqus comments

0 comments