"Saya pinjam sampai ratusan juta rupiah, dan itu saat yang menyedihkan bagi saya selama empat tahun,"
Siapa sangka, seseorang yang pernah menjabat menteri di empat era presiden (Soeharto, Habibie, Megawati, dan Susilo Bambang Yudhoyono) harus berutang sana-sini demi memenuhi kebutuhan hidup dan membayar gaji karyawan.
Ya, sosok itu adalah Yusril Ihza Mahendra!
Bermula dari penetapan status tersangkanya dalam kasus Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) dan terus terombang-ambing selama empat tahun, membuat harta seperti deposito, rumah, serta apartemen ludes terjual.
"Saya mengalami bagaimana sakitnya menjadi tersangka. Babak belur, merasa terkucil, dan malu. Sumber ekonomi tertutup, sampai-sampai untuk makan pun saya terpaksa utang, pinjam duit kepada teman-teman, begitu keadaannya," kata mantan Menteri Kehakiman dan HAM, Yusril Ihza Mahendra saat bincang-bincang di kediamannya, Jl Karang Asem, di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan.
Ya, sosok itu adalah Yusril Ihza Mahendra!
Bermula dari penetapan status tersangkanya dalam kasus Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) dan terus terombang-ambing selama empat tahun, membuat harta seperti deposito, rumah, serta apartemen ludes terjual.
"Saya mengalami bagaimana sakitnya menjadi tersangka. Babak belur, merasa terkucil, dan malu. Sumber ekonomi tertutup, sampai-sampai untuk makan pun saya terpaksa utang, pinjam duit kepada teman-teman, begitu keadaannya," kata mantan Menteri Kehakiman dan HAM, Yusril Ihza Mahendra saat bincang-bincang di kediamannya, Jl Karang Asem, di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan.
Ia menceritakan, sejak kejadian tersebut, semua orang menganggap Yusril sebagai orang yang tidak lagi berguna dan siap untuk dipenjara.
Bahkan, almarhum Profesor Ahmad Ali sempat mengungkapkan bahwa dirinya ibarat seekor unta yang tak mungkin lolos dari lubang jarum (jerat hukum). Namun, Yusril hanya tersenyum mendengarkan perkataan sang profesor.
"Saya teringat akan taruhan dari Profesor Ahmad Ali yang sudah almarhum. Dia bilang, Yusril itu seperti unta yang lolos dari lubang jarum. Kalau dia (Yusril) bisa bebas dari jeratan hukum, saya copot gelar profesor saya. Tapi beliau sudah meninggal dan saya akhirnya ketawa saja," kata Yusril mengutip perkataan mendiang Profesor Ahmad Ali.
Diceritakannya, sebelum dirinya dijadikan tersangka oleh KPK dan Kejaksaan Agung, Yusril bersama adiknya, Yusron Ihza Mahendra, mempunyai kantor pengacara Ihza and Ihza Law Firm yang setiap bulannya mendapat pemasukan sekitar Rp1 miliar per bulan. Sejak menyandang status tersangka, satu persatu kliennya pergi dan tak lagi menggunakan jasa kantor hukumnya itu.
"Satu-satunya tempat saya cari nafkah adalah Ihza and Ihza Law Firm dan satu persatu klien saya lari, tidak ada yang datang. Bahkan Duta Besar Jepang untuk Indonesia mempertanyakan nasib saya melalui Yusron. Yusron bilang, tidak bisa menjamin seperti apa akhir dari kasus Yusril. Dan akhirnya klien saya dari perusahaan Jepang pergi,"tuturnya.
Alhasil, kantor yang semula disewa setengah ruangan menciut jadi seperempatnya, dan dari 42 orang karyawan terpaksa dipangkas menjadi 14 orang. "Bahkan saya sempat bilang ke Yusron dan karyawan saat puasa setahun lalu, habis lebaran kita tutup karena tak mampu bayar sewa kantor. Semua sudah dijual seperti apartemen, tanah. Cuma rumah ini (rumah yang ditempatinya sekarang) yang tidak dijual," imbuhnya.
Tak cukup sampai di situ, Yusril pun terpaksa harus pinjam uang dari temannya untuk sekadar membayar gaji 14 karyawan yang tersisa. "Saya pinjam sampai ratusan juta rupiah, dan itu saat yang menyedihkan bagi saya selama empat tahun," kata Yusril dengan suara yang mulai serak menahan kesedihan.
Untunglah, sang istri, Rika Talentino, warga negara Jepang itu bisa menerima keadaan dan selalu memberi semangat kepada Yusril. Walaupun, kedua orangtuanya terus memantau perkembangan Yusril dari Jepang dan Manila.
"Istri saya selalu men-support dan memberikan semangat. Bahkan dia bilang, roda kehidupan selalu berputar," kata mantan Ketua Umum Partai Bulan Bintang itu.
Selama empat tahun itu, Yusril selalu berdoa dan berusaha untuk melawan kezaliman dari orang-orang yang menjerumuskannya.
Ia sadar, bila kezaliman itu tidak dilawan, maka hukum dan keadilan terhadap diri serta orang lain, akan terus terjadi. "Saya bertekad, dan ini tidak bisa dibiarkan. Saya harus lawan dengan cara-cara yang tidak lazim dan membuat orang tidak percaya. Tapi kemudian terbukti, yang benar itu benar, yang salah itu ya salah," ungkap Yusril.
Berawal dari kejadian yang menyakitkan itulah, akhirnya Yusril tertarik untuk menekuni hukum pidana dengan setiap malam melahap buku-buku tentang hukum pidana. Ia mengakui, selama ini dirinya enggan belajar hukum pidana, karena hanya hukum tata negara yang selama ini ditekuninya.
"Mungkin karena pertama kali karena saya diobok-obok dan dijadikan tersangka oleh KPK dan dalam kasus Sisminbakum, itu memakan waktu empat tahun. Dari situ saya banyak belajar, dulu saya tidak mau belajar hukum pidana dalam-dalam. Tapi, dalam beberapa tahun terakhir, saya baca buku pidana tiap malam dan lama kelamaan saya paham juga," ungkap penggemar ikan hias itu.
Selain untuk membela dirinya sendiri, mantan penulis pidato Presiden Soeharto, Habibie, Megawati dan Susilo Bambang Yudhoyono, ini juga ingin memberikan sesuatu yang berarti bagi rakyat dalam masalah keadilan.
"Sekarang ini, pertama orang susah mendapatkan keadilan dan kejujuran. Kedua, orang kehilangan keberanian, lalu kehilangan argumentasi untuk meyakinkan mana yang benar dan mana yang salah. Dulu saya lebih berminat jadi konsultan daripada jadi advokat di lapangan. Tapi lama kelamaan saya terdorong ke arah advokat," ungkap dia.
Setelah berhasil lolos dari kasus Sisminbakum, perlahan-lahan terbangun kepercayaan dirinya. Bahkan, bila ia menganggap ada yang salah dalam masalah hukum, Yusril tak pernah takut, termasuk menentang Presiden SBY.
Karena kenekatannya itulah, mantan Wakil Presiden, Jusuf Kalla memberikan apresiasi dengan menyebut Yusril sebagai orang yang mampu mengombinasikan antara ilmu dan nyali. Juga, hakim Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar mengatakan, bila Yusril memberikan penjelasan soal hukum, semua orang hanya bisa melongo (terpukau).
"Saya tidak main-main dengan apa yang saya lakukan. Dan kalau yakin itu benar, dilawan meskipun menabrak. Presiden pun dilawan. Itu yang membuat orang banyak meminta bantuan saya, baik yang terzalimi atau mungkin juga yang zalim, tapi saya tetap selektif dan tidak mengenakan tarif tertentu. Kalau ada kasus-kasus litigasi, saya tangani sekali pun orang yang saya bantu tak punya uang. Misalnya Rektor Sekolah Tinggi Seni Padang Panjang Sumatera Barat, kasus nenek Loana di Bali. Duit dari mana mereka dan sepeser pun tidak dibayar," sebutnya.
Sejak banyak memenangkan gugatan itulah, satu persatu klien yang selama ini lari, kembali lagi dan retainer dengan Ihza and Ihza Law Firm. Bahkan salah satu kliennya adalah PT Bumi Resources Tbk (BUMI) milik pengusaha pribumi Aburizal Bakrie.
"Sekarang ini ada kecenderungan kembali lagi, banyak perusahaan yang kembali, retainer dan bekerja sama dengan law firm saya. Saya hanya menegakkan hukum. Puasa tahun lalu itu, mulai datang 2-3 orang dan salah satunya BUMI, dan hingga sekarang ada kenaikan. Itu semua karena orang percaya kepada saya," sebut Yusril.
Saat ini, aku Yusril, dirinya tak banyak menangani kasus pidana, tapi lebih banyak pada kasus administrasi seperti gugatan soal UU.
"Saya tak banyak tangani kasus pidana korupsi, tak sampai 10 kasus, tapi kalau diberitakan seolah-olah membela koruptor. Yang jadi klien saya dalam masalah pidana adalah Siti Fadillah Supari di kasus pengadaan alat kesehatan, Zulkarnaen Djabar dalam kasus dugaan korupsi Alquran, serta Agusrin, Gubernur Bengkulu," kata dia.
Lalu bagaimana ia mensyukuri rezeki yang diberikan Allah SWT setelah melewati masa krisis selama empat tahun?
Bersama sang istri yang usianya terpaut cukup jauh, Yusril tak lupa dengan keadaan awal dan selalu berupaya menyisihkan harta untuk membantu masyarakat.
Istrinya, selalu aktif membantu perbaikan renovasi sebuah massjid di Manila yang dibangun oleh mantan Presiden Libya, Moamar Khadafi serta memberikan 500 makan berbuka puasa kepada masyarakat di masjid tersebut. "Alhamdulillah, istri saya selalu memberikan sumbangan setiap bulan untuk renovasi masjid kedua terbesar di Manila yang dibangun pada 1975," kata Yusril.
Di Jakarta dan Belitung, sambungnya, dirinya juga tak lupa untuk menyisihkan sebagian pendapatannya untuk diberikan kepada masyarakat di kampung halamannya tersebut.
"Misalnya, menjelang puasa kemarin, sekitar 10 ton beras yang dibagi-bagikan kepada masyarakat yang ada di pulau-pulau di sekitar Belitung. Hal yang sama juga dilakukan di Jakarta. Saya juga punya masjid, namanya Masjid Persahabatan Indonesia-Kamboja yang dibangun tahun 2004, bertempat di Klangsbat, yang terletak ditepi sungai Mekong," pungkas Yusril.
0 comments